Azka Naufal |
Keterbatasan
bukanlah suatu hambatan untuk mewujudkan cita-cita. Karena keterbatasan itu
penyemangat hidup untuk menjadi yang terbaik dari orang lain. “Walau fisik ini
tidak lagi berdaya, tapi suatu saat nanti saya ingin menjadi seorang Tahfizul
Quran”. Itulah perkataan yang pernah di lontarkan almarhum adik saya (Azka
Naufal, 13 tahun) tentang keinginannya menjadi seorang Tahfidzul Quran. Subhanallah,
sungguh cita-cita yang mengejutkan. Dalam keterbatasan dia masih ingin
mewujudkan cita-citanya untuk menjadi seorang Tahfidzul Quran. Perlu kita
ketahui sebelumnya, disini bukan maksud saya untuk mempergunjing, tapi alangkah
baiknya bila kita bisa mengambil hikmah dari suatu peristiwa yang pernah dia
alami sebagai motivasi hidup dan pelajaran bagi kita semua.
Pada
mulanya penyakitnya berawal dari rasa kesemutan yang berkepanjangan, sering
sekali rasa itu datang ketika dia kelelahan sehingga dia selalu mengeluh karena
saking sakitmya. Tidak pernah keluarga
ketahui, karena mereka pikir itu hanya biasa, sesaat dan pasti akan sembuh
dengan sendirinya. Tapi kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di hari
esok dan ketika itu dia masih duduk di Taman Kanak-kanak (TK) di salah satu TK
favoritnya yang mengutamakan akhlakul karimah. Semakin hari rasa kesemutan itu
semakin menjadi, keluarga pun belum begitu menyadari jikalau penyakitnya itu
akan memperparah kondisi fisiknya. Dia merasakan berat untuk berjalan sehingga
ketika dia berjalan, tiba-tiba dia langsung jatuh dengan sendirinya, itulah
yang sempat membuat keluarga menjadi resah. Pada waktu TK dia masih bisa
berjalan, namun jalannya pun menjadi tertatih-tatih dan itu berlanjut sampai
dia menginjak usia ke 8 tahun.
Penyakitnya
semakin parah ketika dia mulai masuk di Sekolah Dasar kelas 3. Pada masa itulah
keadaan untuk berjalan menjadi terhambat. Benar-benar mengejutkan, kaki dan
tangannya begitu lemas dan tidak berdaya. Alhamdulillah mata, telinga, hidung,
mulut dan akalnya pun masih bisa berfungsi seperti orang-orang pada umunya.
Bahkan dia mempunyai insting yang kuat. Dia bisa merasakan bahwa orang yang
membantunya itu bersikap ikhlas atau pun tidak dan masih banyak lagi kejadian-kejadian kecil lainnya.
Tugas
seorang hamba Allah adalah berusaha dan berdoa. Telah banyak usaha yang
dilakukan orang tua untuk bisa memulihkannya kembali, mulai dari pengobatan di
Rumah Sakit hingga pengobatan alternatif pun pernah kami kunjungi walau sampai
keluar kota. Tapi hasilnya nihil, mungkin Allah belum berkehendak. Subhanallah,
sungguh luar biasa dan menakjubkan. Walau dalam keterbatasan fisik, banyak
cercaan yang pernah dia dengar dari kebanyakan orang tapi dia tidak pernah
mengeluh sedikitpun dengan penyakitnya dan tidak pernah merasa minder dengan
apa yang Allah berikan kepadanya. Karena semua itu adalah takdir Allah yang
telah ditentukan-Nya ketika di Lauh Mahfudz. Dia tetap ingin berusaha dan tidak
pernah berputus asa untuk bisa sembuh dan bisa berjalan kembali seperti
orang-orang pada umumnya demi mewujudkan cita-cita dan membahagiakan kedua
orang tuanya.
Sampai
lulus SD pun dia masih tetap bersemangat untuk hidup dan melawan penyakitnya.
Kata Ayah, dokter telah memvonisnya terkena penyakit Down Syndrome (kelainan
kromosom 21) yang diserang pada fungsi
motorik tetapi saraf dan IQ-nya masih berfungsi dan virus ini bernama Guilleina
Barre Syndrome (suatu penyakit autoimun yang menyerang sistem saraf perifer atau neuropati
perifer). Secara fisik memang dia tidak mampu bergerak tanpa bantuan orang
lain, tapi secara kemampuan berpikir dia sama seperti rata-rata anak pada
umumnya. Setelah lulus SD pun dia masih tetap ingin mencari ilmu, walau dengan
kondisi yang tidak memungkinkan. Tapi, Subhanallah, sungguh nikmat manakah yang
engkau dustakan. Allah mengabulkan keinginan dia untuk menjadi seorang
Tahfidzul Quran. Alhamdulillah, ada sebuah yayasan yang mau menerima dia
sebagai calon Tahfidz walau keadaan yang lain dari pada umumnya. Akhirnya dia
belajar mengaji dan menghafal Al-Quran dengan hati yang lapang dan ikhlas untuk
mencari Ridho Allah selama 1,5 tahun.
Tapi, tidak seorangpun yang bisa menebak takdir
Allah. Apa yang telah Allah kehendaki, maka terjadilah. Pada waktu itu karena
kelelahan yang dia alami sepulang dari Jogja untuk pengobatan bersama Ustad
Danu, menjadikan dia demam berhari-hari dan gangguan pernapasan. Akhirnya dia
di bawa ke Rumah Sakit dan dokter mengatakan bahwa virus ini telah menyerang
jantungnya, bahkan dia sempat tak sadarkan diri karena gangguan pernapasan yang
dia alami ketika dia terbaring tanpa beralaskan bantal. Dia berjuang melawan
penyakitnya di Ruang ICU selama ±2 jam terhitung dari Adzan Maghrib. Tapi,
Allah berkehendak lain. Pada pukul 20.25 dia menghembuskan nafas terakhir dan
meninggalkan dunia ini untuk selamanya.
Jujur dari hati yang terdalam, sempat terbesit kata
tidak percaya dengan apa yang telah terjadi baru saja, tapi apapun keadaan itu
kita tidak bisa melawan takdir Allah. Mungkin semua ini adalah yang terbaik
untuknya dan untuk keluarga.
No comments:
Post a Comment