Saturday, December 10, 2011

Menjadi Tahfidzul Quran dalam Keterbatasan


Azka Naufal
Keterbatasan bukanlah suatu hambatan untuk mewujudkan cita-cita. Karena keterbatasan itu penyemangat hidup untuk menjadi yang terbaik dari orang lain. “Walau fisik ini tidak lagi berdaya, tapi suatu saat nanti saya ingin menjadi seorang Tahfizul Quran”. Itulah perkataan yang pernah di lontarkan almarhum adik saya (Azka Naufal, 13 tahun) tentang keinginannya menjadi seorang Tahfidzul Quran. Subhanallah, sungguh cita-cita yang mengejutkan. Dalam keterbatasan dia masih ingin mewujudkan cita-citanya untuk menjadi seorang Tahfidzul Quran. Perlu kita ketahui sebelumnya, disini bukan maksud saya untuk mempergunjing, tapi alangkah baiknya bila kita bisa mengambil hikmah dari suatu peristiwa yang pernah dia alami sebagai motivasi hidup dan pelajaran bagi kita semua.
Pada mulanya penyakitnya berawal dari rasa kesemutan yang berkepanjangan, sering sekali rasa itu datang ketika dia kelelahan sehingga dia selalu mengeluh karena saking sakitmya.  Tidak pernah keluarga ketahui, karena mereka pikir itu hanya biasa, sesaat dan pasti akan sembuh dengan sendirinya. Tapi kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di hari esok dan ketika itu dia masih duduk di Taman Kanak-kanak (TK) di salah satu TK favoritnya yang mengutamakan akhlakul karimah. Semakin hari rasa kesemutan itu semakin menjadi, keluarga pun belum begitu menyadari jikalau penyakitnya itu akan memperparah kondisi fisiknya. Dia merasakan berat untuk berjalan sehingga ketika dia berjalan, tiba-tiba dia langsung jatuh dengan sendirinya, itulah yang sempat membuat keluarga menjadi resah. Pada waktu TK dia masih bisa berjalan, namun jalannya pun menjadi tertatih-tatih dan itu berlanjut sampai dia menginjak usia ke 8 tahun.
Penyakitnya semakin parah ketika dia mulai masuk di Sekolah Dasar kelas 3. Pada masa itulah keadaan untuk berjalan menjadi terhambat. Benar-benar mengejutkan, kaki dan tangannya begitu lemas dan tidak berdaya. Alhamdulillah mata, telinga, hidung, mulut dan akalnya pun masih bisa berfungsi seperti orang-orang pada umunya. Bahkan dia mempunyai insting yang kuat. Dia bisa merasakan bahwa orang yang membantunya itu bersikap ikhlas atau pun tidak dan masih banyak  lagi kejadian-kejadian kecil lainnya.
Tugas seorang hamba Allah adalah berusaha dan berdoa. Telah banyak usaha yang dilakukan orang tua untuk bisa memulihkannya kembali, mulai dari pengobatan di Rumah Sakit hingga pengobatan alternatif pun pernah kami kunjungi walau sampai keluar kota. Tapi hasilnya nihil, mungkin Allah belum berkehendak. Subhanallah, sungguh luar biasa dan menakjubkan. Walau dalam keterbatasan fisik, banyak cercaan yang pernah dia dengar dari kebanyakan orang tapi dia tidak pernah mengeluh sedikitpun dengan penyakitnya dan tidak pernah merasa minder dengan apa yang Allah berikan kepadanya. Karena semua itu adalah takdir Allah yang telah ditentukan-Nya ketika di Lauh Mahfudz. Dia tetap ingin berusaha dan tidak pernah berputus asa untuk bisa sembuh dan bisa berjalan kembali seperti orang-orang pada umumnya demi mewujudkan cita-cita dan membahagiakan kedua orang tuanya.
Sampai lulus SD pun dia masih tetap bersemangat untuk hidup dan melawan penyakitnya. Kata Ayah, dokter telah memvonisnya terkena penyakit Down Syndrome (kelainan kromosom 21)  yang diserang pada fungsi motorik tetapi saraf dan IQ-nya masih berfungsi dan virus ini bernama Guilleina Barre Syndrome (suatu penyakit autoimun yang menyerang sistem saraf perifer atau neuropati perifer). Secara fisik memang dia tidak mampu bergerak tanpa bantuan orang lain, tapi secara kemampuan berpikir dia sama seperti rata-rata anak pada umumnya. Setelah lulus SD pun dia masih tetap ingin mencari ilmu, walau dengan kondisi yang tidak memungkinkan. Tapi, Subhanallah, sungguh nikmat manakah yang engkau dustakan. Allah mengabulkan keinginan dia untuk menjadi seorang Tahfidzul Quran. Alhamdulillah, ada sebuah yayasan yang mau menerima dia sebagai calon Tahfidz walau keadaan yang lain dari pada umumnya. Akhirnya dia belajar mengaji dan menghafal Al-Quran dengan hati yang lapang dan ikhlas untuk mencari Ridho Allah selama 1,5 tahun.
Tapi, tidak seorangpun yang bisa menebak takdir Allah. Apa yang telah Allah kehendaki, maka terjadilah. Pada waktu itu karena kelelahan yang dia alami sepulang dari Jogja untuk pengobatan bersama Ustad Danu, menjadikan dia demam berhari-hari dan gangguan pernapasan. Akhirnya dia di bawa ke Rumah Sakit dan dokter mengatakan bahwa virus ini telah menyerang jantungnya, bahkan dia sempat tak sadarkan diri karena gangguan pernapasan yang dia alami ketika dia terbaring tanpa beralaskan bantal. Dia berjuang melawan penyakitnya di Ruang ICU selama ±2 jam terhitung dari Adzan Maghrib. Tapi, Allah berkehendak lain. Pada pukul 20.25 dia menghembuskan nafas terakhir dan meninggalkan dunia ini untuk selamanya.
Jujur dari hati yang terdalam, sempat terbesit kata tidak percaya dengan apa yang telah terjadi baru saja, tapi apapun keadaan itu kita tidak bisa melawan takdir Allah. Mungkin semua ini adalah yang terbaik untuknya dan untuk keluarga.

No comments:

Post a Comment