Di
dalam sebuah rumah sederhana dan penuh dengan keharmonisan, hiduplah sebuah
keluarga yang saling menyayangi satu sama lain. Rupanya keluarga tersebut baru saja
dikaruniai seorang putra pertama yang ganteng mirip seperti ayah dan ibunya. Nama
adalah doa dan setiap nama pasti mempunyai makna tersendiri. Melihat keadaan
dia yang lahir tanpa daun telinga, maka orang tuanya memberi nama dia Farhan
Tsabit Al-Furqan. Nama tersebut mempunyai makna dan doa, walau berbeda tetapi tetap suka cita. Keluarganya memanggil dia
dengan sebutan Farhan.
Dengan
keadaan anak yang demikian, sempat membuat keluarga menjadi tidak harmonis.
Tetapi, mereka menyadari bahwa seorang anak akan membawa rizki bagi
keluarganya. Dan akhirnya lambat laun mereka menerima kondisi Farhan dengan
lapang dada. Mereka juga merawat dan mendidiknya dengan sabar dan penuh suka
cita. Berharap suatu saat nanti kelak dia menjadi lelaki yang dewasa dan
mandiri dengan segala potensi yang dia miliki.
Orang
tuanya sangatlah mengerti dengan kondisi dia yang sebenarnya, walau dia tidak
memiliki daun telinga tapi dia mempunyai IQ dan potensi yang sama dengan anak
normal pada umumnya.
Pada
hari pertama dia masuk sekolah kelas 1 di SD Laa Tahzan, karena kondisi dia
yang seperti itu banyak teman-teman yang mengejeknya.
“Telinga
kamu kok nggak ada sih, emang kamu bisa mendengar?”
Sahut
teman yang lain
“Iya,
telinga kamu mana?”
“Hahaha,
Farhan anak cacat. Farhan anak cacat.”
Mendengar
seperti itu Farhan langsung meneteskan air mata. Dia merasakan betapa sakitnya
ketika dia dihina seperti itu.
Sesampainya
di rumah, Farhan menceritakan semua apa yang telah terjadi di sekolahnya kepada
ibunya.
“Assalamu’alaikum.
Ibu.....” panggil dia sambil berteriak dan menangis, sentak langsung mendekap
erat ibunya.
“Wa’alaikumsalam,
Nak. Farhan kenapa menangis, ada apa sayang?” Dengan penuh dekapan hangat, sang
ibu meraba punggungnya dan mengusap air matanya.
“Anakku,
jangan menangis. Coba ceritakan kepada ibu, apa yang telah terjadi di Sekolahan
tadi?”
“Ibu...
tadi di Sekolah teman-temanku mengejekku dengan sebutan anak cacat karena aku
tidak punya daun telinga. Aku tidak mau diejek seperti itu...” Farhan pun
menangis dengan terisak.
Melihat
seperti itu Ibu merasakan apa yang telah dirasakan Farhan.
“Anakku
sayang, coba dengarkan Ibu baik-baik. Allah menciptakan setiap manusia dengan
keadaan yang berbeda-beda, karena sesungguhnya Allah Maha Adil. Allah
menciptakan Farhan seperti ini agar Farhan bisa bersyukur, agar Farhan
dijauhkan dari mendengar perkataan yang tercela, dan seperti arti nama Farhan
yang Insya Allah tetap suka cita. Farhan, setiap kekurangan pasti ada
kelebihan. Walau Farhan tidak mempunyai daun telinga, tapi ibu yakin karena
Allah, Farhan punya bakat tersendiri dan bakat Farhan itu berbeda dari
teman-teman Farhan lainnya.”
Farhan
hanya menangis.
“Farhan
harus kuat dan Farhan harus tegar, Nak. Jangan dengarkan jika teman-teman
Farhan berbicara seperti itu, biarkan Allah yang membalasnya. Farhan tahu kan,
orang sabar itu di sayang Allah. Jadi Farhan harus janji sama Ibu, Farhan tidak
boleh nangis lagi dan Farhan harus tetap sabar. Ya Nak.”
“Iya
Ibu. Farhan janji tidak akan menangis lagi dan Farhan juga harus tetap suka
cita, sabar dan tegar. Farhan sayang Ibu.”
“Ibu
juga sangat sayang Farhan. Sini, biar ibu usap air matanya. Sekarang Farhan
ganti baju, sholat, makan siang terus langsung tidur ya, nanti malam belajar.
Tadi ada PR kan?”
“Iya,
Ibu. Ada PR matematika dari pak sis.”
Akhirnya,
Farhan menjalankan perintah ibu dengan penuh suka cita. Sejujurnya, sang Ibu
juga sedih mendengar cerita ketika Farhan dihina teman-temannya. Tapi kalau Ibu
ikut menangis, maka Ibu tidak bisa menegarkan Farhan.
***
Malam
pun telah tiba, sang bulan telah menampakkan cahaya malamnya. Ketika itu Ibu bermimpi,
dalam mimpinya Ibu diberi amanat untuk mendonorkan daun telinganya kepada
Farhan. Sentak Ibu pun bangun lalu berjalan ke kamar Farhan yang sedang
tertidur lelap dan melihat wajahnya yang penuh suka cita, dan dikecupnya kening
Farhan. Ibu langsung meneteskan air mata. Tidak lama kemudian Ayah menyusul Ibu
ke kamar Farhan.
“Ibu.
Ibu nagis ya.” Tanya Ayah.
“Nggak
yah, Ibu cuma terharu dengan mimpi Ibu tadi.”
“Ibu
mimpi apa?”
“Dalam
mimpi tersebut Ibu diberi amanat untuk mendonorkan daun telinga Ibu untuk
Farhan. Menurut Ayah bagaimana, jikalau Ibu melaksanakan amanat tersebut.”
“Jikalau
itu amanat dari Allah, Ayah akan mendukung. Lakukan jika itu yang terbaik untuk
Farhan dan Ibu. Karena sesungghnya Allah mempunyai rencana dibalik cobaan ini.”
“Ayah,
Insya Allah itu adalah yang terbaik untuk Ibu dan Farhan.
Bismillahirrahmannirrahim. Ibu akan melaksanakan amanat tersebut.”
“Iya,
bu. Sekarang sholat malam dulu, meminta pertolongan dan petunjuk kepada Allah
Sang Pemilik Bumi ini.”
“Iya,
yah.”
Akhirnya,
Ayah dan Ibu tersebut sholat malam dan berdoa kepada Allah. Dalam doa Ibu,
“Ya
Allah, Ya Tuhan kami. Engkaulah yang Maha Pengasih dan Engkaulah yang Maha
Penyayang. Sesungguhnya kami tidak sempurna dan tidak akan pernah sempurna. Karena
kesempurnaan hanya Milik-Mu dan kami hanyalah hambamu yang penuh dengan
kehinaan. Berikanlah kami ketegaran dalam merawat dan mendidik buah hati kami
hingga dewasa nanti. Jika Engkau berkenan kepada hamba untuk bisa mendodonorkan
rizki yang telah Engkau percayakan kepada hamba dan jika itu terbaik untuk
hamba dan juga untuk buah hati hamba, maka berikanlah hamba jalan untuk bisa
melakukan perintah-Mu. Berikanlah kami petunjuk-Mu, agar kami selalu dalam jalan-Mu.
Karena kepada Engkau lah kami memohon pertolongan. Amin.”
Selesai
sholat, Ibu mengecup kening Farhan dan membelai rambutnya. Seraya berkata, “Ibu
sayang Farhan” dengan terisak.
Mendengar
Ibu menangis, Farhan pun terbangun. Lalu dia menggenggam tangan Ibu dan
mengusap air mata Ibu. Tidak lama kemudian Ayah datang.
“Ibu
kenapa menangis? Ibu yang bilang kalau Farhan tidak boleh menangis, tapi kenapa
Ibu juga menangis. Farhan nggak mau ngliat Ibu nangis lagi.”
“Ibu
nggak nangis nak, ibu hanya terharu
karena Ibu sayang sama Farhan. Farhan harus jadi anak yang sholeh, yang selalu
mendoakan orang tua dan selalu menjalankan perintah Allah. Hingga kelak nanti
kita dipertemukan lagi di Syurga.”
“Iya
nak, Ibumu benar. Kamu harus menjadi anak yang tegar, sabar, dan anak yang
sholeh. Karena anak yang sholeh adalah anak yang selalu mendoakan kedua orang
tuanya dan menjalankan perintah Allah.”
“Amin.
Farhan janji bu, yah, akan selalu mendoakan Ayah dan Ibu dan menjalankan
perintah Allah. Tapi Ayah dan Ibu juga janji sama Farhan, nggak boleh nangis
lagi. Farhan sayang Ayah dan Ibu.”
Suasana
kamar menjadi penuh isak tangis dan merekapun saling berpelukan. Dan tidak
terasa adzan Subuh telah dikumandangkan. Mereka pun sholat berjamaah di Mushola
kecilnya.
***
Suatu
hari, ketika dia genap berusia 8 tahun dan cukup tahu tentang arti kehidupan. Inilah
waktu yang tepat untuk melaksanakan perintah Allah lewat mimpi 2 tahun yang
lalu.
“Farhan,
anakku sayang. Farhan uda genap berusia 8 tahun, ada seseorang yang ingin
mendonorkan daun telinganya untuk Farhan. Apakah Afrhan mau menerima tawaran
tersebut?”
“Itu
daun telinga siapa bu?” tanya Farhan
“Itu
daun telinga hamba Allah, nak. Insya Allah hatinya mulia sama seperti Ibumu,
karena beliau ingin melaksanakan perintah Allah.” jawab Ayah.
“Sungguh
mulia ya Yah hatinya, hingga mau mendonorkan daun telinganya untuk Farhan.”
Tanpa
berpikir panjang, Farhan lalu meng-iyakan tawaran tersebut. Dan akhirnya,
operasi pun dilakukan. Tidak ada orang lain yang mengetahui kebenaran hal
tersebut, kecuali Ayah, Ibu dan Allah ‘Aza Wajalla.
Operasi
pun berjalan dengan lancar. Akhirnya Farhan mempunyai daun telinga seperti
teman-temannya. Dia begitu bahagia, melihat ketampanannya di depan cermin yang
sempurna dengan daun telinga yang lengkap. Tidak hanya itu, sang Ibu merasa
lebih tenang karena telah melaksanakan perintah-Nya. Semua keluarga besarnya
turut bahagia.
****
Beberapa
tahun kemudian, Farhan telah tumbuh dan berkembang menjadi lelaki yang dewasa yang
Sholeh dan penuh dengan kebahagiaan. Genap berusia 22 tahun, Ibu sengaja
membuatkannya nasi kuning untuk syukuran kecil-kecilan karena dia telah
menyelesaikan studinya di Kairo, Mesir dengan lancar. Keluarga tersebut
sangatlah bahagia sekali.
Tetapi
tak lama kemudian, Ibu terkena serangan jantung hingga mempertaruhkan nyawanya.
Dan akhirnya Ibu menghembuskan nafas terakhir di tempat tidurnya, ketika semua
keluarganya berkumpul. Ibu berpesan kepada Farhan,
“Farhan,
anakku sayang. Farhan uda dewasa, Farhan juga sudah mengerti mana yang baik dan
mana yang buruk. Farhan harus selalu bersabar dan tegar dalam menghadapi
cobaan. Farhan harus menjadi anak yang sholeh yang selalu mendoakan kedua orang
tua dan menjalankan perintah Allah. satu kata untuk Farhan, Ibu Sayang Farhan.
Lailahailallah, wa asyhaduanna muhammadar rosulu..llah...”
Innalillahi
wa innailaihi roji’un
“Ibu.
. . . . . jangan tinggalin Farhan. Farhan sayang Ibu. Farhan janji akan
melaksankan perintah orang tua dan perintah Allah. Ibu... maafkan Farhan, jika
Farhan punya salah, jika Farhan belum bisa membahagiakan Ibu. Farhan saynag
sama Ibu.”
“Ibu.
. .”
Sentak
rumah dengan penuh keharmonisan itu terpecah menjadi suasana haru.
“Farhan
anakku, ikhlaskan Ibumu. Insya Allah Ibu menjadi khusnul khotimah dan kelak kita
akan bertemu dia di Syurga. Amin. Farhan harus tahu satu hal, bahwa Ibumu lah
yang telah mendonorkan daun telinga untuk Farhan karena itu adalah amant dari
Allah lewat mimpinya. Selama ini Farhan tidak pernah tahu, karena ketika Farhan
masih kecil ataupun ketika Farhan sekolah di Kairo, Ibu selalu memakai jilbab
dimanapun dan dalam keadaan apapun. Itu sengaja Ibu sembunyikan, karena kelak
suatu hari Farhan bisa mengambil hikmah dari cobaan ini. Untuk itu Ayah berpesan,
Farhan jangan kecewakan Ibu, walau raga Ibu tidak bersama kita tapi jiwa Ibu
masih menyatu degan kita. Itulah kasih sayang seorang Ibu kepada anaknya, semua
rela ia lakukan untuk kebahagiaan anaknya.”
“Sungguh
mulia hati Ibu yah, rela beerkorban untuk aku, agar aku tidak diejek
teman-temanku lagi. Rencana Allah sangatlah indah bersama dengan hamba-hambanya
yang beriman.”
Akhirnya,
Farhan bisa menerima sebuah kenyataan yang begitu indah dari Allah. Sungguh,
nikmat manakah yang engkau dustakan.
Cinta
sejati bukanlah yang diberikan dan terlihat, namun cinta sejati adalah apa yang
diberikan tapi tak terlihat.
No comments:
Post a Comment