Tuesday, November 8, 2011

Cinta Sejati


Di dalam sebuah rumah sederhana dan penuh dengan keharmonisan, hiduplah sebuah keluarga yang saling menyayangi satu sama lain. Rupanya keluarga tersebut baru saja dikaruniai seorang putra pertama yang ganteng mirip seperti ayah dan ibunya. Nama adalah doa dan setiap nama pasti mempunyai makna tersendiri. Melihat keadaan dia yang lahir tanpa daun telinga, maka orang tuanya memberi nama dia Farhan Tsabit Al-Furqan. Nama tersebut mempunyai makna dan doa, walau berbeda tetapi  tetap suka cita. Keluarganya memanggil dia dengan sebutan Farhan.
Dengan keadaan anak yang demikian, sempat membuat keluarga menjadi tidak harmonis. Tetapi, mereka menyadari bahwa seorang anak akan membawa rizki bagi keluarganya. Dan akhirnya lambat laun mereka menerima kondisi Farhan dengan lapang dada. Mereka juga merawat dan mendidiknya dengan sabar dan penuh suka cita. Berharap suatu saat nanti kelak dia menjadi lelaki yang dewasa dan mandiri dengan segala potensi yang dia miliki.
Orang tuanya sangatlah mengerti dengan kondisi dia yang sebenarnya, walau dia tidak memiliki daun telinga tapi dia mempunyai IQ dan potensi yang sama dengan anak normal pada umumnya.
Pada hari pertama dia masuk sekolah kelas 1 di SD Laa Tahzan, karena kondisi dia yang seperti itu banyak teman-teman yang mengejeknya.
“Telinga kamu kok nggak ada sih, emang kamu bisa mendengar?”
Sahut teman yang lain
“Iya, telinga kamu mana?”
“Hahaha, Farhan anak cacat. Farhan anak cacat.”
Mendengar seperti itu Farhan langsung meneteskan air mata. Dia merasakan betapa sakitnya ketika dia dihina seperti itu.
Sesampainya di rumah, Farhan menceritakan semua apa yang telah terjadi di sekolahnya kepada ibunya.
“Assalamu’alaikum. Ibu.....” panggil dia sambil berteriak dan menangis, sentak langsung mendekap erat ibunya.
“Wa’alaikumsalam, Nak. Farhan kenapa menangis, ada apa sayang?” Dengan penuh dekapan hangat, sang ibu meraba punggungnya dan mengusap air matanya.
“Anakku, jangan menangis. Coba ceritakan kepada ibu, apa yang telah terjadi di Sekolahan tadi?”
“Ibu... tadi di Sekolah teman-temanku mengejekku dengan sebutan anak cacat karena aku tidak punya daun telinga. Aku tidak mau diejek seperti itu...” Farhan pun menangis dengan terisak.
Melihat seperti itu Ibu merasakan apa yang telah dirasakan Farhan.
“Anakku sayang, coba dengarkan Ibu baik-baik. Allah menciptakan setiap manusia dengan keadaan yang berbeda-beda, karena sesungguhnya Allah Maha Adil. Allah menciptakan Farhan seperti ini agar Farhan bisa bersyukur, agar Farhan dijauhkan dari mendengar perkataan yang tercela, dan seperti arti nama Farhan yang Insya Allah tetap suka cita. Farhan, setiap kekurangan pasti ada kelebihan. Walau Farhan tidak mempunyai daun telinga, tapi ibu yakin karena Allah, Farhan punya bakat tersendiri dan bakat Farhan itu berbeda dari teman-teman Farhan lainnya.”
Farhan hanya menangis.
“Farhan harus kuat dan Farhan harus tegar, Nak. Jangan dengarkan jika teman-teman Farhan berbicara seperti itu, biarkan Allah yang membalasnya. Farhan tahu kan, orang sabar itu di sayang Allah. Jadi Farhan harus janji sama Ibu, Farhan tidak boleh nangis lagi dan Farhan harus tetap sabar. Ya Nak.”
“Iya Ibu. Farhan janji tidak akan menangis lagi dan Farhan juga harus tetap suka cita, sabar dan tegar. Farhan sayang Ibu.”
“Ibu juga sangat sayang Farhan. Sini, biar ibu usap air matanya. Sekarang Farhan ganti baju, sholat, makan siang terus langsung tidur ya, nanti malam belajar. Tadi ada PR kan?”
“Iya, Ibu. Ada PR matematika dari pak sis.”
Akhirnya, Farhan menjalankan perintah ibu dengan penuh suka cita. Sejujurnya, sang Ibu juga sedih mendengar cerita ketika Farhan dihina teman-temannya. Tapi kalau Ibu ikut menangis, maka Ibu tidak bisa menegarkan Farhan.

***

Malam pun telah tiba, sang bulan telah menampakkan cahaya malamnya. Ketika itu Ibu bermimpi, dalam mimpinya Ibu diberi amanat untuk mendonorkan daun telinganya kepada Farhan. Sentak Ibu pun bangun lalu berjalan ke kamar Farhan yang sedang tertidur lelap dan melihat wajahnya yang penuh suka cita, dan dikecupnya kening Farhan. Ibu langsung meneteskan air mata. Tidak lama kemudian Ayah menyusul Ibu ke kamar Farhan.
“Ibu. Ibu nagis ya.” Tanya Ayah.
Nggak yah, Ibu cuma terharu dengan mimpi Ibu tadi.”
“Ibu mimpi apa?”
“Dalam mimpi tersebut Ibu diberi amanat untuk mendonorkan daun telinga Ibu untuk Farhan. Menurut Ayah bagaimana, jikalau Ibu melaksanakan amanat tersebut.”
“Jikalau itu amanat dari Allah, Ayah akan mendukung. Lakukan jika itu yang terbaik untuk Farhan dan Ibu. Karena sesungghnya Allah mempunyai rencana dibalik cobaan ini.”
“Ayah, Insya Allah itu adalah yang terbaik untuk Ibu dan Farhan. Bismillahirrahmannirrahim. Ibu akan melaksanakan amanat tersebut.”
“Iya, bu. Sekarang sholat malam dulu, meminta pertolongan dan petunjuk kepada Allah Sang Pemilik Bumi ini.”
“Iya, yah.”
Akhirnya, Ayah dan Ibu tersebut sholat malam dan berdoa kepada Allah. Dalam doa Ibu,
“Ya Allah, Ya Tuhan kami. Engkaulah yang Maha Pengasih dan Engkaulah yang Maha Penyayang. Sesungguhnya kami tidak sempurna dan tidak akan pernah sempurna. Karena kesempurnaan hanya Milik-Mu dan kami hanyalah hambamu yang penuh dengan kehinaan. Berikanlah kami ketegaran dalam merawat dan mendidik buah hati kami hingga dewasa nanti. Jika Engkau berkenan kepada hamba untuk bisa mendodonorkan rizki yang telah Engkau percayakan kepada hamba dan jika itu terbaik untuk hamba dan juga untuk buah hati hamba, maka berikanlah hamba jalan untuk bisa melakukan perintah-Mu. Berikanlah kami petunjuk-Mu, agar kami selalu dalam jalan-Mu. Karena kepada Engkau lah kami memohon pertolongan. Amin.”
Selesai sholat, Ibu mengecup kening Farhan dan membelai rambutnya. Seraya berkata, “Ibu sayang Farhan” dengan terisak.
Mendengar Ibu menangis, Farhan pun terbangun. Lalu dia menggenggam tangan Ibu dan mengusap air mata Ibu. Tidak lama kemudian Ayah datang.
“Ibu kenapa menangis? Ibu yang bilang kalau Farhan tidak boleh menangis, tapi kenapa Ibu juga menangis. Farhan nggak mau ngliat Ibu nangis lagi.”
“Ibu nggak nangis nak, ibu hanya terharu karena Ibu sayang sama Farhan. Farhan harus jadi anak yang sholeh, yang selalu mendoakan orang tua dan selalu menjalankan perintah Allah. Hingga kelak nanti kita dipertemukan lagi di Syurga.”
“Iya nak, Ibumu benar. Kamu harus menjadi anak yang tegar, sabar, dan anak yang sholeh. Karena anak yang sholeh adalah anak yang selalu mendoakan kedua orang tuanya dan menjalankan perintah Allah.”
“Amin. Farhan janji bu, yah, akan selalu mendoakan Ayah dan Ibu dan menjalankan perintah Allah. Tapi Ayah dan Ibu juga janji sama Farhan, nggak boleh nangis lagi. Farhan sayang Ayah dan Ibu.”
Suasana kamar menjadi penuh isak tangis dan merekapun saling berpelukan. Dan tidak terasa adzan Subuh telah dikumandangkan. Mereka pun sholat berjamaah di Mushola kecilnya.

***

Suatu hari, ketika dia genap berusia 8 tahun dan cukup tahu tentang arti kehidupan. Inilah waktu yang tepat untuk melaksanakan perintah Allah lewat mimpi 2 tahun yang lalu.
“Farhan, anakku sayang. Farhan uda genap berusia 8 tahun, ada seseorang yang ingin mendonorkan daun telinganya untuk Farhan. Apakah Afrhan mau menerima tawaran tersebut?”
“Itu daun telinga siapa bu?” tanya Farhan
“Itu daun telinga hamba Allah, nak. Insya Allah hatinya mulia sama seperti Ibumu, karena beliau ingin melaksanakan perintah Allah.” jawab Ayah.
“Sungguh mulia ya Yah hatinya, hingga mau mendonorkan daun telinganya untuk Farhan.”
Tanpa berpikir panjang, Farhan lalu meng-iyakan tawaran tersebut. Dan akhirnya, operasi pun dilakukan. Tidak ada orang lain yang mengetahui kebenaran hal tersebut, kecuali Ayah, Ibu dan Allah ‘Aza Wajalla.
Operasi pun berjalan dengan lancar. Akhirnya Farhan mempunyai daun telinga seperti teman-temannya. Dia begitu bahagia, melihat ketampanannya di depan cermin yang sempurna dengan daun telinga yang lengkap. Tidak hanya itu, sang Ibu merasa lebih tenang karena telah melaksanakan perintah-Nya. Semua keluarga besarnya turut bahagia.

****

Beberapa tahun kemudian, Farhan telah tumbuh dan berkembang menjadi lelaki yang dewasa yang Sholeh dan penuh dengan kebahagiaan. Genap berusia 22 tahun, Ibu sengaja membuatkannya nasi kuning untuk syukuran kecil-kecilan karena dia telah menyelesaikan studinya di Kairo, Mesir dengan lancar. Keluarga tersebut sangatlah bahagia sekali.
Tetapi tak lama kemudian, Ibu terkena serangan jantung hingga mempertaruhkan nyawanya. Dan akhirnya Ibu menghembuskan nafas terakhir di tempat tidurnya, ketika semua keluarganya berkumpul. Ibu berpesan kepada Farhan,
“Farhan, anakku sayang. Farhan uda dewasa, Farhan juga sudah mengerti mana yang baik dan mana yang buruk. Farhan harus selalu bersabar dan tegar dalam menghadapi cobaan. Farhan harus menjadi anak yang sholeh yang selalu mendoakan kedua orang tua dan menjalankan perintah Allah. satu kata untuk Farhan, Ibu Sayang Farhan. Lailahailallah, wa asyhaduanna muhammadar rosulu..llah...”
Innalillahi wa innailaihi roji’un
“Ibu. . . . . . jangan tinggalin Farhan. Farhan sayang Ibu. Farhan janji akan melaksankan perintah orang tua dan perintah Allah. Ibu... maafkan Farhan, jika Farhan punya salah, jika Farhan belum bisa membahagiakan Ibu. Farhan saynag sama Ibu.”
“Ibu. . .”
Sentak rumah dengan penuh keharmonisan itu terpecah menjadi suasana haru.
“Farhan anakku, ikhlaskan Ibumu. Insya Allah Ibu menjadi khusnul khotimah dan kelak kita akan bertemu dia di Syurga. Amin. Farhan harus tahu satu hal, bahwa Ibumu lah yang telah mendonorkan daun telinga untuk Farhan karena itu adalah amant dari Allah lewat mimpinya. Selama ini Farhan tidak pernah tahu, karena ketika Farhan masih kecil ataupun ketika Farhan sekolah di Kairo, Ibu selalu memakai jilbab dimanapun dan dalam keadaan apapun. Itu sengaja Ibu sembunyikan, karena kelak suatu hari Farhan bisa mengambil hikmah dari cobaan ini. Untuk itu Ayah berpesan, Farhan jangan kecewakan Ibu, walau raga Ibu tidak bersama kita tapi jiwa Ibu masih menyatu degan kita. Itulah kasih sayang seorang Ibu kepada anaknya, semua rela ia lakukan untuk kebahagiaan anaknya.”
“Sungguh mulia hati Ibu yah, rela beerkorban untuk aku, agar aku tidak diejek teman-temanku lagi. Rencana Allah sangatlah indah bersama dengan hamba-hambanya yang beriman.”
Akhirnya, Farhan bisa menerima sebuah kenyataan yang begitu indah dari Allah. Sungguh, nikmat manakah yang engkau dustakan.
Cinta sejati bukanlah yang diberikan dan terlihat, namun cinta sejati adalah apa yang diberikan tapi tak terlihat.

No comments:

Post a Comment